
Pembicara 1 : Bapak Heru Sutadi
pembicara 2 : Ibu Ranti Fortuna Pertiwi, S.H.,M.Kn
Pembicara 3: Rochmad Abu Bakar, S.H.,MH
Mc : Jimmy ( mahasiswa FH)
moderator : Fransiscus Xaverius Winarto (mahasiswa FH
I. PENDAHULUAN
Era digital dan pasar bebas telah membawa banyak perubahan dalam kegiatan transaksi antara produsen dan konsumen. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan perdagangan dilakukan secara daring (online) tanpa batas wilayah, sehingga membuka peluang lebih luas bagi pelaku usaha dan konsumen. Namun, kemajuan ini juga menimbulkan tantangan baru terkait perlindungan konsumen, seperti maraknya penipuan online, barang tidak sesuai deskripsi, hingga penyalahgunaan data pribadi konsumen.
Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). Undang-undang ini perlu ditinjau kembali efektivitasnya dalam menghadapi dinamika transaksi di era digital dan pasar bebas.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam kegiatan ekonomi. Era digital telah membuka peluang baru bagi pelaku usaha untuk memasarkan barang dan jasa secara lebih luas, cepat, dan efisien. Bersamaan dengan itu, pasar bebas atau perdagangan bebas antarnegara semakin mendorong arus barang, jasa, dan modal yang tanpa batas. Namun, kemajuan tersebut tidak hanya memberikan manfaat, tetapi juga menghadirkan tantangan baru dalam perlindungan hak-hak konsumen
Konsumen sebagai pihak yang menggunakan barang dan/atau jasa sering kali berada pada posisi yang lemah dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha. Di era digital dan pasar bebas, risiko terhadap konsumen semakin kompleks, seperti maraknya penipuan dalam transaksi daring (online), penyalahgunaan data pribadi, barang tidak sesuai spesifikasi, hingga sulitnya memperoleh kepastian hukum atas penyelesaian sengketa lintas batas. Oleh karena itu, keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi sangat penting sebagai instrumen hukum yang memberikan kepastian, perlindungan, dan pemberdayaan bagi konsumen.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen diharapkan mampu menjawab tantangan zaman, khususnya dalam menghadapi dinamika perdagangan di era digital dan pasar bebas. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji bagaimana implementasi undang-undang tersebut, sejauh mana efektivitasnya dalam melindungi konsumen, serta langkah-langkah yang perlu dilakukan agar perlindungan konsumen dapat berjalan optimal di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi ekonomi.
II. TUJUAN
Laporan ini bertujuan untuk:
- Menguraikan peran dan fungsi UU Perlindungan Konsumen di era digital dan pasar bebas.
- Mengidentifikasi tantangan yang dihadapi konsumen dalam transaksi digital.
- Memberikan rekomendasi untuk memperkuat perlindungan konsumen di era modern.
- Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam menghadapi perkembangan teknologi di era digital.
- Menganalisis peran dan efektivitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam melindungi hak-hak konsumen di tengah arus pasar bebas dan perdagangan global.
- Mengidentifikasi tantangan dan peluang perlindungan konsumen dalam transaksi digital dan lintas negara.
- Mendorong peningkatan kesadaran konsumen terhadap hak dan kewajibannya dalam ekosistem digital dan pasar bebas.
- Memberikan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat perlindungan konsumen di era digital dan menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin kompleks.
III. LANDASAN HUKUM
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), beserta perubahannya pada UU No. 19 Tahun 2016
- Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
- Pasal 28G ayat (1): “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya.”
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-undang ini menjadi dasar utama perlindungan hak-hak konsumen dalam setiap transaksi, termasuk transaksi di era digital dan pasar bebas.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
- Mengatur tentang informasi, dokumen elektronik, dan transaksi elektronik untuk menjamin keamanan serta kepastian hukum dalam perdagangan berbasis digital.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
- Mengatur mekanisme perdagangan, termasuk perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) dalam kerangka pasar bebas.
- Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
- Sebagai peraturan pelaksana yang mengatur tata cara perdagangan berbasis teknologi informasi untuk melindungi konsumen.
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
- Memberikan pedoman pelaksanaan usaha di sektor perdagangan elektronik untuk memastikan perlindungan konsumen.
- Ketentuan Hukum Internasional (WTO, ASEAN Framework Agreement on Consumer Protection)
- Prinsip-prinsip pasar bebas dan perdagangan lintas negara yang mengharuskan perlindungan konsumen tetap diperhatikan dalam transaksi global.
IV. PERMASALAHAN DI ERA DIGITAL DAN PASAR BEBAS
- Barang/Jasa Tidak Sesuai Deskripsi
Konsumen sering mengalami barang yang diterima tidak sesuai dengan deskripsi atau foto yang ditampilkan di platform e-commerce. - Penyalahgunaan Data Pribadi
Data pribadi konsumen sering dikumpulkan tanpa persetujuan jelas, bahkan disalahgunakan untuk tujuan komersial. - Sulitnya Menuntut Ganti Rugi
Dalam transaksi lintas negara, konsumen kesulitan menuntut tanggung jawab pelaku usaha asing karena keterbatasan yurisdiksi hukum. - Penipuan dan Kejahatan Siber
Meningkatnya penipuan online, seperti toko fiktif, phishing, hingga penggunaan aplikasi berbahaya yang mencuri data - Persaingan Usaha Tidak Sehat
- Dominasi perusahaan besar (monopoli/oligopoli): Perusahaan raksasa digital menguasai pasar, menekan pelaku usaha kecil.
- Perang harga yang merugikan UMKM: UMKM sulit bersaing dengan platform raksasa yang mampu memberikan harga sangat rendah.
- Ketimpangan Akses Teknologi
- Digital divide (kesenjangan digital): Tidak semua masyarakat, khususnya di daerah terpencil, memiliki akses internet dan perangkat memadai.
- Literasi digital rendah: Banyak masyarakat belum paham risiko dan cara aman bertransaksi di dunia digital.
- Masalah Hukum dan Regulasi
- Hukum yang belum adaptif: Banyak regulasi belum mampu mengakomodasi perkembangan teknologi digital dan pasar bebas.
- Sulitnya penegakan hukum lintas negara: Dalam pasar bebas, pelaku usaha atau pelaku kejahatan bisa berada di luar negeri sehingga sulit ditindak.
- Ancaman terhadap Kedaulatan Ekonomi
- Masuknya produk impor secara masif: Produk luar membanjiri pasar dalam negeri melalui platform digital, mematikan produk lokal.
- Ekonomi nasional rentan dikendalikan perusahaan asing: Dominasi platform asing membuat arus ekonomi sulit dikendalikan negara.
- Penyalahgunaan Teknologi
- Maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan penipuan digital.
- Peningkatan kejahatan siber: Phishing, hacking, dan berbagai modus baru merugikan masyarakat.
V. PERAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
UU Perlindungan Konsumen memiliki beberapa peran utama, yaitu:
- Menjamin hak-hak konsumen, seperti hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
- Mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur.
- Memberikan mekanisme penyelesaian sengketa melalui pengadilan maupun di luar pengadilan (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen / BPSK).
- Melindungi hak-hak konsumen
UU Perlindungan Konsumen hadir untuk menjamin bahwa konsumen mendapatkan hak-haknya, seperti hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan barang dan/atau jasa. - Meningkatkan kesadaran konsumen
Undang-undang ini berperan dalam mendorong konsumen agar sadar akan hak dan kewajibannya, sehingga mereka menjadi konsumen yang cerdas dan kritis dalam memilih produk. - Mewujudkan sistem perdagangan yang sehat
UU ini mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat, jujur, dan bertanggung jawab, sehingga pelaku usaha tidak sewenang-wenang terhadap konsumen. - Memberikan kepastian hukum
UU Perlindungan Konsumen memberikan dasar hukum yang jelas bagi konsumen maupun pelaku usaha dalam hal transaksi perdagangan, termasuk penyelesaian sengketa. - Mendorong tanggung jawab pelaku usaha
UU ini menegaskan kewajiban pelaku usaha untuk menjamin mutu barang/jasa, memberikan informasi yang benar, dan tidak menyesatkan konsumen. - Melindungi konsumen dari kerugian
UU Perlindungan Konsumen membantu mencegah terjadinya kerugian akibat barang cacat, jasa tidak sesuai standar, atau informasi yang menyesatkan. - Meningkatkan kualitas barang dan jasa
Dengan adanya UU ini, pelaku usaha terdorong untuk terus memperbaiki kualitas barang dan jasa agar dapat bersaing secara sehat dan memenuhi standar perlindungan konsumen.
Namun, implementasi UU ini di era digital masih menghadapi tantangan terutama pada transaksi lintas negara dan perdagangan melalui platform global.
VI. UPAYA PENGUATAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
- Penyempurnaan Regulasi
- Perlu revisi UU Perlindungan Konsumen agar mencakup transaksi digital dan memperkuat perlindungan data pribadi konsumen.
- Harmonisasi dengan UU ITE dan RUU Perlindungan Data Pribadi.
- Pengawasan Lebih Ketat terhadap E-Commerce
Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan kewajiban bagi platform digital untuk melindungi konsumen, misalnya dengan verifikasi penjual dan penyediaan sistem penyelesaian sengketa yang efektif. - Pendidikan dan Literasi Digital Konsumen
Konsumen perlu dididik untuk memahami hak dan kewajibannya, serta cara bertransaksi aman di era digital. - Kerja Sama Internasional
Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan negara lain untuk mengatasi sengketa lintas negara dalam e-commerce. - Penyempurnaan Regulasi dan Kebijakan
- Revisi dan harmonisasi Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen agar sesuai dengan perkembangan teknologi, ekonomi digital, dan perdagangan lintas negara.
- Penyusunan peraturan turunan yang lebih teknis (PP, Permen, Perda).
- Peningkatan Edukasi dan Literasi Konsumen
- Kampanye nasional tentang hak dan kewajiban konsumen.
- Program literasi digital agar konsumen lebih cerdas dan kritis dalam bertransaksi secara online.
- Kolaborasi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, dan pelaku usaha untuk menyebarkan pengetahuan.
- Penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen
- Peningkatan peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
- Penyediaan anggaran, sarana, dan kewenangan lebih besar bagi lembaga perlindungan konsumen.
- Optimalisasi Mekanisme Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa
- Penyediaan layanan pengaduan terpadu berbasis teknologi (aplikasi, website).
- Penguatan peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) agar lebih responsif dan profesional.
- Penyelesaian sengketa secara cepat, murah, dan sederhana.
- Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Tegas
- Peningkatan pengawasan terhadap produk, jasa, dan iklan yang beredar, khususnya di platform digital.
- Penindakan terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan, termasuk melalui sanksi administratif, perdata, dan pidana.
- Sinergi antarinstansi (Kemendag, Kominfo, Kepolisian, OJK, BPOM, dll)
- Pemanfaatan Teknologi dalam Perlindungan Konsumen
- Penerapan big data dan AI untuk mendeteksi potensi pelanggaran.
- Pembuatan sistem rating/review konsumen yang terpercaya untuk produk dan jasa.
- Kerja Sama Internasiona Peningkatan kerja sama dengan negara lain dan organisasi internasional untuk melindungi konsumen dalam transaksi lintas batas.
VII. KESIMPULAN
Perlindungan konsumen di era digital dan pasar bebas membutuhkan pembaruan pendekatan hukum dan penguatan pelaksanaan di lapangan. UU Perlindungan Konsumen harus disesuaikan dengan dinamika teknologi agar mampu mengantisipasi risiko baru yang muncul, sehingga konsumen tetap terlindungi dan memiliki kepastian hukum dalam bertransaksi secara digital.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia, khususnya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memiliki peran penting dalam menjaga hak-hak konsumen di tengah perkembangan era digital dan pasar bebas. Di era digital, di mana transaksi daring semakin masif dan lintas batas negara menjadi semakin terbuka akibat pasar bebas, konsumen menghadapi berbagai tantangan, seperti maraknya penipuan daring, informasi produk yang tidak jelas, serta lemahnya perlindungan data pribadi
UU Perlindungan Konsumen menjadi landasan hukum untuk memastikan bahwa konsumen memperoleh hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Undang-undang ini juga menegaskan kewajiban pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas produk dan layanan yang ditawarkan, baik secara konvensional maupun digital.

Namun demikian, dinamika transaksi digital dan globalisasi pasar menuntut pembaruan regulasi serta sinergi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga perlindungan konsumen, agar perlindungan terhadap konsumen tetap efektif, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan teknologi dan pasar bebas.